Friday, October 18, 2013
In:
Jalan-jalan
Indahnya Pantai Baron Yogyakarta

Ada beberapa pilihan transportasi
setiba saya di Bandara Adi Soejipto Yogyakarta, yang paling hemat menggunakan
transportasi umum, dari pintu keluar Bandara ada shelter bus Trans Jogja, Anda
bisa memilih bus dengan tujuan Terminal Giwangan Jogja. Karcisnya hanya Rp.
3.000 saja. Sesampai di Terminal Giwangan, Anda dapat naik minibus
jurusan Yogyakarta-Wonosari dengan waktu tempuh hingga 2 jam. Setelah sampai di
Wonosari, perjalanan dilanjutkan dengan minibus yang menuju Pantai Baron. Alternatif
lain Anda bisa menggunakan Taxi yang ada di Bandara Jogja. Karena saya membawa
keluarga jadi saya putuskan untuk rental mobil saja. Harganya standart, Rp
200.000 / 12 jam atau Rp. 250.000 / 24 jam.
Perjalanan menuju lokasi ditempuh
dalam waktu kurang lebih 2 jam. Perjalanan yang menyenangkan melewati banyak
belokan, tanjakan dan turunan karena kita melewati di pegunungan kecil yang
orang bilang itu pegunungan Seribu. Pemandangannya indah dan masih alami dapat
dirasakan sepanjang perjalanan. Kondisi jalan juga mulus tak ada kerusakan.

Bermain di pantai memang bikin lupa waktu, bunyi perut
telah menggingatkan untuk makan. Sekarang giliran mencicipi masakan laut hasil
tangkapan para nelayan. Ada banyak warung makan berjajar disini menyediakan
berbagai masakan laut yang dapat dinikmati dengan harga terjangkau. Menu udang
sepertinya menggoda saya, langsung aja pesan ½ kg udang saus pedas manis dengan
minum ala pantai yaitu es kelapa muda. Sajian ini dapat dinikmati dengan total
harga Rp. 40.000/2 orang. Jika Anda ingin memasak sendiri hasil tangkapan
nelayan, Anda dapat membelinya di TPI yang juga berada di sekitar pantai ini. Ikannya
masih segar karena langsung berasal dari laut yang berada di sebelahnya.
Oh iya dua bukit yang mengapit pantai ini kerap kali
dijadikan anggota pramuka untuk trecking maupun perkemahan. Jika Anda juga
berjiwa petualang dan ingin menikmati suasana alam, anda akan tertantang ketika
naik dan turun di bukit yang permukaannya terdiri dari bebatuan ini.
Tak terasa waktu senja sudah menjemput untuk pulang, kami
membeli beberapa souvenir yang dijajahkan di kawasan pantai. Dan akhirnya
kendaraan membawa kami kembali ke perjalanan pulang.
Lompat Batu Pulau Nias
Mendengar nama Pulau Nias, sangat identik dengan budayanya yaitu lompat batu. Kali ini saya berkesempatan mengunjungi tempat tersebut. Lompat batu atau hombo batu (dalam bahasa nias) terletak di desa Bawo Mataluo (Bukit Matahari) Nias Selatan, Sumatera Utara. Tinggi tumpukan batu ini ± 2,1 meter dengan tumpuan batu kecil pada jarak sekitar 2 meter. Lokasi ini cukup jauh dari pusat kota Pulau Nias. Jika kita berangkat dari Medan naik pesawat udara, kita akan turun di Bandara Binaka Nias dan masih menempuh perjalanan darat kurang lebih 2,5 jam.
Konon ceritanya, pada jaman dahulu sering terjadi perang antarsuku, kegiatan lompat batu dilakukan para pemuda agar bisa melalui ke benteng musuh yang cukup tinggi, kegiatan ini dipimpin oleh kepala suku melalui semacam upacara, hanya pemuda yang berhasil melakukan lompat batu yang disebut sebagai prajurit dan sekaligus pemuda pilihan dilingkungan masyarakatnya.
Setelah perang antarsuku kini telah tiada, tradisi lompat batu dianggap oleh masyarakat setempat sebagai simbol kedewasaan seseorang dan dianggap mampu untuk berumah tangga. Namun, budaya itu kian luntur karena akulturasi budaya dari luar. Kini tradisi lompat batu telah menambah satu kekayaan budaya Indonesia. Saat berkunjung kesana, jika pengunjung ingin menyaksikan atraksi lompat batu secara langsung, bisa membayar Rp. 150.000 untuk satu kali lompat dengan menggunakan pakaian adat mereka, sudah termasuk sewa pakaian adat juga untuk kita pakai foto-foto. Selain bisa melihat lompat batu, disana kita juga bisa melihat jajaran rumah adat nias. Pengunjung juga diijinkan masuk kerumah peninggalan kepala suku di dekat lompat batu itu. Dan kita bisa membawa pulang souvenir yang dijajahkan masyarakat setempat.